Flash News
Diberdayakan oleh Blogger.
Mail Instagram Pinterest RSS
Siapa Romadhon?

GURU: ANTARA DICACI, DIKRITISI, DAN DIPUJI








Saya sengaja menjiplak judul buku karya Momon Sudarman yang sudah dibaca banyak orang, khususnya bagi mereka civitas pendidikan, karna memang judul tersebut tepat kiranya untuk menggambarkan kondisi guru akhir-akhir ini.

Banyak yang menyatakan guru itu orang yang "harus" pantas untuk digugu (bukan diguguo) dan ditiru. Saya tak tau persis kata guru itu berasal dari dua kata "digugu dan ditiru" atau bukan, yang jelas seorang guru harus menjadikan makna digugu dan ditiru sebagai kepribadian bukan hanya sebatas profesi. Jika hanya sebagai profesi, boleh jadi guru menjadikan dirinya orang yang pantas untuk digugu dan ditiru sewaktu menjalankan profesinya saja. Guru sebagai orang yang digugu merupakan pengajar sekaligus pendidik, yang mampu menjadikan perkataannya panutan bagi muridnya, baik cara berbicara maupun isi pembicaraanya. Sehingga demikian, secara tidak langsung guru mengajarkan bagaimana tata bicara yang baik dan bermakna, tidak menyinggung perasaan orang lain, tidak mencela, tidak mencaci, kalaupun mengkritisi tidak sampai menimbulkan perdebatan yang tak berguna, dan murid menerima itu sebagai sebuah ilmu, maka transfer of knowledge-nya dapat disitu. Tak jauh beda dengan guru sebagai orang yang ditiru, merupakan orang yang memberikan teladan dari segi perilaku, sikap dan sifatnya, secara tidak langsung guru meneladankan bagaimana sikap dan perilaku yang baik dan bermartabat, sopan dan santun, hormat dan menghargai, tidak angkuh, tidak sombong (agaknya rajin menabung juga), saling menyayangi, tidak saling membenci, mempedomani tuntunan, dan murid melaksanakan itu sebagai keteladan, maka transfer of morals-nya ada disitu. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang dilaksanakan, guru adalah orang yang kreatif mestinya, yang punya banyak cara dan inovasi untuk menumbuhkan, mengembangkan dan mentransformasikan keilmuan dari seluruh aspek baik kognitif, afektif maupun psikomotorik.

Guru memiliki peranan penting untuk kemajuan pendidikan, tanpa guru apa jadinya pendidikan. Sumber daya utama dalam pendidikan adalah guru karna boleh jadi kita belajar dari buku tapi kita tak dapat didikan penuh darinya. Mungkin saja kita bertanya ke mbah google tapi kita tak dapat petunjuk ketika ada topik yang ambigu. Kita butuh guru sebagai "alfaatih", orang yang membukakan pengetahuan dan keilmuan untuk kita. Dalam konteks pendidikan islam, guru sebagai pen-tarbiyah, artinya guru berperan penting sebagai orang yang menumbuh-kembangkan potensi peserta didik. Dengan kreatifitasnya, guru mampu menemukan dan menumbuhkan potensi spiritual, lahiriyah dan batiniyah muridnya yang bermuara pada mengenal siapa penciptanya dan untuk apa dia diciptakan. Guru sebagai pen-ta'lim, artinya guru memberikan, menelurkan, mentransfer keilmuan. Aspek kognitif dominasinya. Memberikan asupan otak dengan berbagai ilmu, mengatur mindset serta memahami. Guru sebagai pen-ta'dib, artinya guru sebagai pendidik, bukan hanya sebagai pengajar. Lalu apa bedanya antara pengajar dan pendidik, pengajar hanya sebatas memberikan keilmuan tanpa guru bisa digugu dan ditiru, ini mungkin lebih selaras dengan makna ta'lim. Sebaliknya, pendidik lebih luas tidak hanya sebatas memberikan keilmuan namun juga guru memberikan panutan dan teladan, makanya banyak ahli sepakat istilah ta'dib lebih cocok dipakai untuk pendidik dan pendidikan.

Berdasarkan hal tersebut, mestinya publik memahami menjadi guru itu tidak semudah yang diceritakan. Ada yang beranggapan guru hanya hanya datang, duduk, terangkan dan ujian. Bagi saya ini kritikan tak wajar. Alasannya karna tak semua orang paham betul beratnya tugas seorang guru. Sekali lagi, mendidik tidak hanya mengajar. Dulu, konon katanya, orang tua yang menyerahkan anak ke sekolah dengan sepenuhnya, disertai dengan pesan untuk mendidik moral, maka tak heran orang tua juga menyerahkan rotan sebagai alat punishment jika anak berbuat salah. Kini, jangankan sentuh fisik, memberikan hukuman non fisik saja guru dapat cela dan kritikan. Jika murid berprestasi, murid loh bukan anak, yang ditanya itu anaknya siapa bukan siapa gurunya. Lalu kapan guru itu dapat pujian ??.

Sudah waktunya kita memberikan penghormatan dan penghargaan kepada para guru kita dan para guru diseluruh dunia, terlepas dari semua kekurangan guru karna mereka juga manusia yang punya banyak beban hidup, beban moral dan tanggung jawab.

(diolah dari berbagai sumber)