Di hamparan hijau perkebunan sawit yang membentang, di
sanalah kehidupan tumbuh, tidak hanya bagi tanaman, tetapi juga bagi jutaan
manusia yang menggantungkan harapannya. Sinergi antara alam dan makhluk hidup
di dalamnya telah menciptakan ekosistem yang berkelanjutan dan saling terikat
satu sama lain.
Kelapa sawit sama seperti tanaman lain yang mampu menyerap
karbon dioksida dan melepaskan oksigen yang dibutuhkan bagi kehidupan. Adapun
dalam buku Mitos vs Fakta Kelapa sawit yang diterbitkan oleh Palm Oil
Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), ditemukan bahwa setiap hektar
kebun sawit mampu menyerap 64 ton karbon dioksida setiap tahun dan menghasilkan
oksigen sekitar 18 ton.
Kendati demikian, kelapa sawit seringkali dinarasikan
sebagai tanaman yang memberikan dampak negatif bagi kehidupan, baik manusia
maupun makhluk hidup lainnya. Terutama dalam melepaskan efek gas rumah kaca
(GRK) yang berdampak pada pemanasan global.
Satu hal yang perlu disadari ialah pemanasan global dapat
berdampak terhadap perkebunan kelapa sawit. Misalnya adalah fenomena El-Nino
yang menyebabkan cuaca panas ekstrem sehingga mengganggu produksi nasional pada
2023 dan berdampak panjang bagi produktivitas tanaman. Oleh sebab itu,
perubahan iklim menjadi tantangan serius yang kini dihadapi masyarakat dunia
dan diyakini akan berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk
industri sawit seperti halnya sektor pertanian lainnya.
Gas rumah kaca mampu mengubah iklim karena menjadikan bumi
seperti ‘rumah kaca’. Gas-gas ini menyerap energi dan memperlambat laju
pelepasan energi ke luar angkasa. Gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO₂),
metana (CH₄), dan lainnya, mempunyai kemampuan berbeda-beda dalam menyerap
panas matahari dan juga berbeda lamanya bertahan di atmosfer. Ada yang cepat
hilang, ada juga yang bertahan puluhan hingga ratusan tahun.
Secara alami, bumi punya sistem yang seimbang: jumlah energi
yang masuk dari matahari sama dengan yang dipantulkan kembali ke luar angkasa.
Ini menjaga suhu Bumi tetap stabil dan mendukung kehidupan. Namun, karena
aktivitas manusia dan industri, jumlah gas rumah kaca di atmosfer semakin
banyak. Akibatnya, lebih banyak energi panas yang terperangkap di atmosfer,
yang membuat suhu bumi terus naik, inilah yang kita kenal sebagai perubahan
iklim atau pemanasan global.
Misalnya pada industri kelapa sawit, seperti yang disebutkan
dalam Journal of Natural Resources and Environmental Management untuk memenuhi
kebutuhan pasar akan permintaan minyak nabati diperlukan upaya untuk
peningkatan produktivitas tandan buah segar (TBS) di dalam perkebunan kelapa
sawit.
Salah satunya dengan kegiatan ekspansi lahan dan
intensifikasi pemupukan. Akan tetapi di sisi lain dampak negatif berupa
peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca (GRK) yang ditimbulkan dari kegiatan
ini cukup besar yang berdampak pada perubahan iklim.
PT Astra Agro Lestari Tbk (Astra Agro) sebagai salah satu
pelaku industri kelapa sawit ikut terdampak akibat perubahan iklim dan cuaca
ekstrem, seperti penurunan produksi TBS Astra Agro yang terjadi belakangan ini
akibat kekeringan panjang di tahun 2019 dan musim panas di akhir 2023 dan
berlanjut hingga 2024.
Kesadaran akan pentingnya bisnis yang berkelanjutan telah
mendorong Astra Agro menetapkan Sustainability Policy sejak 2015. Kebijakan
tersebut telah mendorong seluruh insan Astra Agro senantiasa berupaya dan
berkomitmen kuat dalam menjaga ekosistem lingkungan. Salah satunya komitmen
perusahaan terhadap transparansi pengelolaan Teknologi dan Kemitraan Jadi Kunci Penekan Emisi karbon serta kontribusi
dalam mereduksi Gas Rumah Kaca secara berkala untuk ikut berkontribusi dalam
mengatasi perubahan iklim.
Saat ini pengukuran emisi GRK Astra Agro terdiri dari emisi
scope 1 dan 2, yang berasal dari 46 anak perusahaan, terdiri dari kebun inti,
pabrik pengolahan kelapa sawit, refinery, pabrik NPK blending, serta kantor
pusat.
Astra Agro mencatatkan pencapaian kinerja lingkungan yang
berhasil melampaui berbagai target Astra Agro Sustainability Aspiration 2030.
Pemanfaatan energi terbarukan oleh Astra Agro telah mencapai 92,17%, sehingga
membuahkan hasil pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 126,3 ktCO2eq.
Astra Agro berhasil mengurangi intensitas emisi pada tahun
2024 jika dibandingkan dengan tahun 2023, inisiatif ini akan memberikan dampak
positif yang besar pada kinerja portfolio roadmap dalam mereduksi GRK dan
menjalankan operasional di masa yang akan datang.
Pencapaian dan penurunan intensitas emisi ini hasil dari
berbagai implementasi program Beragam cara Astra Agro kurangi emisi gas rumah kaca yang dilakukan
Astra Agro di seluruh anak usahanya. Dalam rangka berperan aktif mendukung
Nationally Determined Contribution tahun 2030 serta Net Zero Emission (NZE)
tahun 2060.
Astra Agro telah mengembangkan program Nature-based Solution
(NbS) yang tidak hanya sebagai salah satu inisiatif untuk mereduksi karbon
tetapi juga untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas ekosistem.
Hingga tahun 2024, Astra Agro telah melakukan penanaman
tanaman hutan seluas 201 Ha dengan total pohon yang ditanam sekitar 173.240
pohon, tak hanya itu, Astra Agro juga melakukan upaya penghematan air melalui
solar Water Management System (WMS) sebesar 200.000 liter dengan melakukan
penggantian kapasitas pompa.
Dalam pengolahan limbah pun, Astra Agro terus menunjukan
peningkatan, yakni jumlah limbah terolah dibandingkan dengan limbah yang
dihasilkan untuk limbah padat B3 adalah 0,68%. Persentase tersebut naik
dibandingkan tahun 2023 yang hanya sebesar 0,48%. Sedangkan untuk limbah cair
B3 dibandingkan limbah yang dihasilkan sudah mencapai 100% baik di tahun 2024
maupun 2023.
Inisiatif lain yang dilakukan oleh Astra Agro ialah
memanfaatkan limbah cair atau Palm Oil Mill Effluent (POME) yang kaya bahan
organik menjadi energi baru terbarukan, hingga membangun fasilitas methane
capture, serta mengurangi penggunaan baru bara dengan melakukan substitusi ke
cangkang sawit.
Berdasarkan Journal of Natural Resources and Environmental
Management, kegiatan pemupukan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap
timbulnya emisi GRK, karena pupuk memiliki unsur yang dapat mengakibatkan emisi
GRK yaitu CO2 dan N2O. Padahal, pemberian pupuk merupakan hal yang harus
dilakukan agar memperoleh produktivitas yang baik.
Untuk itu lah, Astra Agro berinisiasi mereduksi penggunaan
pupuk kimia atau NPK dengan alternatif menggunakan produk pupuk buatan yang
memanfaatkan penggunaan pupuk hayati ASTEMIC (Astra Efficient Microbe). Pupuk
ini merupakan produk inovasi Astra Agro pertama berbasis mikroba spesifik pada
areal mineral seluas 50.000 ha.
Seluruh langkah yang dilakukan Astra Agro dalam mereduksi
GRK sejalan dengan inisiatif keberlanjutan dalam strategi perusahaan yakni
Astra Agro Sustainability Aspirations 2030.
Inisiatif ini berfokus pada upaya-upaya dalam mengurangi
efek gas rumah kaca, keberagaman dan lingkungan yang inklusi serta memastikan
jalannya operasional perusahan memberikan dampak yang bermanfaat bagi
masyarakat sekitar, serta bagi bangsa pada umumnya, sesuai dengan misi prosper
with the nations.
Bahkan upaya dan pencapaian Astra Agro ini dibuktikan
melalui penghargaan yang baru-baru ini dianugerahi kepada Astra Agro, dalam
ajang The Best Corporate Emission Reduction Transparency Award 2025. Astra Agro
berhasil dinobatkan sebagai penerima Green Achievement Awards in Emission
Reduction and Diamond Achievement in Emission Transparency.












