Di tengah laju digitalisasi yang kian cepat, media lokal menghadapi tantangan yang cukup kompleks. Mereka bukan hanya bersaing dengan media nasional yang punya sumber daya besar, tetapi juga harus menyesuaikan diri dengan perilaku konsumsi informasi generasi baru yang lebih dinamis, visual, dan cepat bosan. Dalam konteks ini, menarik untuk mengamati bagaimana media lokal seperti Saromben merancang strategi kontennya untuk tetap relevan, khususnya ketika dihadapkan dengan gaya naratif yang dibawa oleh media digital nasional seperti Portal Narasi.
Saromben, sebagai media lokal yang berakar kuat di
daerahnya, memiliki keunikan tersendiri dalam menyampaikan berita. Sementara
Portal Narasi, yang dikenal dengan pendekatan jurnalisme naratif, mampu
menjangkau audiens muda lewat penyajian cerita yang menyentuh sisi emosional
dan personal pembaca. Keduanya memiliki visi yang berbeda, tetapi beroperasi
dalam lanskap digital yang sama, dan berusaha memikat audiens yang juga semakin
selektif.
Mengenali Karakter Audiens Lokal
Langkah pertama yang diambil Saromben dalam menyusun
strateginya adalah memahami betul siapa pembacanya. Berbeda dari media nasional
yang audiensnya tersebar luas, Saromben lebih menargetkan masyarakat daerah
dengan latar belakang sosial dan budaya yang spesifik. Di sinilah keunggulan
media lokal terletak: kedekatan emosional dengan pembaca yang memungkinkan
terbangunnya hubungan yang lebih personal.
Namun, seiring dengan bergesernya pola konsumsi informasi ke
platform digital, Saromben mulai menghadapi tantangan baru. Audiensnya tidak
lagi hanya membaca berita dari situs resmi atau surat kabar cetak, tetapi juga
mengonsumsi informasi dari media sosial, aplikasi perpesanan, dan video
singkat. Menyadari hal ini, Saromben tidak bisa lagi hanya mengandalkan
kekuatan lokalitas; ia harus bertransformasi secara strategi maupun teknis.
Gaya Naratif Portal Narasi: Tantangan dan Inspirasi
Portal Narasi hadir dengan pendekatan berbeda.
Alih-alih menyajikan berita secara kaku dan faktual, media ini menggunakan
storytelling sebagai pendekatan utama. Berita tidak hanya diberitakan, tapi
diceritakan, dengan tokoh, latar, konflik, dan emosi. Gaya ini terbukti
berhasil menjangkau audiens muda yang lebih menyukai konten yang memiliki
kedalaman personal.
Strategi ini menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap
ekosistem media digital, termasuk media lokal seperti Saromben. Meski berasal
dari latar yang berbeda, Saromben mulai mengadopsi beberapa unsur naratif dalam
penyajian beritanya, tanpa mengorbankan kedalaman lokal yang menjadi ciri
khasnya.
Misalnya, ketika memberitakan tentang nelayan lokal yang
kehilangan mata pencaharian akibat perubahan iklim, Saromben tidak lagi hanya
menulis laporan data dan kutipan. Mereka mulai menyoroti kisah si nelayan,
kehidupan keluarganya, dan perasaan yang ia alami, sehingga berita terasa lebih
dekat, hidup, dan menggugah.
Diversifikasi Format dan Platform
Salah satu perubahan penting dalam strategi konten Saromben
adalah diversifikasi format. Tidak lagi terpaku pada teks panjang, mereka mulai
memanfaatkan format video pendek, infografik, hingga carousel Instagram. Hal
ini mengikuti jejak keberhasilan Portal Narasi yang sejak awal sudah lincah di
berbagai platform, termasuk YouTube dan TikTok.
Namun, perbedaannya terletak pada konteks lokal yang tetap
dijaga oleh Saromben. Jika Narasi sering mengangkat isu nasional dengan
pendekatan human interest, Saromben lebih memilih cerita yang akrab dengan
kehidupan masyarakat daerahnya. Keduanya berjalan sejajar, namun dalam ranah
yang berbeda.
Menjaga Otoritas Lokal di Tengah Arus Digital
Meskipun adaptasi terhadap gaya konten digital sangat
penting, Saromben tidak meninggalkan peran utamanya sebagai penjaga narasi
lokal. Sering kali, media besar hanya singgah sesaat ke daerah untuk meliput
isu besar, kemudian pergi. Di situlah peran Saromben menjadi penting, sebagai
pihak yang terus mengikuti dinamika lokal dari hari ke hari, dari cerita kecil
sampai yang besar.
Menariknya, banyak audiens lokal yang mulai mengapresiasi
pendekatan ini. Mereka merasa terwakili secara lebih otentik dan mendalam
dibanding liputan dari media nasional. Ini menunjukkan bahwa strategi konten
yang ideal bukan sekadar mengikuti tren, melainkan menyesuaikan gaya dengan
kekuatan masing-masing media.
Kolaborasi dan Komplementaritas
Alih-alih bersaing secara langsung, justru kolaborasi antara
media lokal dan nasional bisa menghasilkan sinergi yang positif. Beberapa waktu
lalu, Saromben sempat berkolaborasi dengan media nasional untuk liputan bersama
terkait konflik agraria. Dalam kerja sama itu, Saromben menyumbangkan konteks
lokal dan akses komunitas, sementara media nasional menyumbangkan jangkauan dan
sumber daya produksi.
Model seperti ini bisa menjadi strategi berkelanjutan di
masa depan. Tidak hanya memperkuat posisi masing-masing, tapi juga menghadirkan
liputan yang lebih lengkap, adil, dan berdampak.
Penutup
Di tengah gempuran konten cepat saji dan algoritma media
sosial yang semakin tidak ramah pada jurnalisme mendalam, media lokal seperti
Saromben menunjukkan bahwa mereka masih punya tempat dan peran penting. Dengan
menyerap elemen naratif yang efektif dari media seperti Portal Narasi, namun
tetap menjaga identitas lokal, Saromben mampu membangun kedekatan yang tulus
dengan audiensnya.
Strategi konten yang cerdas bukan hanya soal format atau
platform, tapi juga soal memahami siapa yang ingin kita ajak bicara, dan
bagaimana kita bisa menyentuh sisi manusia mereka. Dalam hal ini, media lokal
memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh yang lain: kedekatan dan keaslian.
Sebuah modal yang, jika dikelola dengan baik, akan tetap relevan bahkan di era
digital yang serba berubah ini.