Flash News
Diberdayakan oleh Blogger.
Mail Instagram Pinterest RSS
Siapa Romadhon?

Merevolusi Mental Guru


Oleh : Romadhon AS

Menjadi Pembicara dalam acara Desiminasi di Unikama

Menarik apa yang dikemukakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, bahwa dalam dunia pendidikan hal pertama yang harus diperhatikan adalah melakukan revolusi mental bagi pendidiknya, yaitu guru dan bukan peserta didiknya. Hal ini mengonfirmasi konsep pendidikan yang pernah dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara, dimana seorang guru memiliki peranan penting dalam membentuk kepribadian serta jati diri seorang anak didik.
Tiga konsep keteladanan dalam kalimat ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Konsep tersebut sampai saat ini masih relevan untuk diterapkan dan diimplementasikan saat ini. Pemahaman atas konsep terebut seharusnya menjadi dasar bagi setiap guru untuk menjalankan proses kegiatan pembelajaran secara humanis, dinamis dan kreatif. Sehingga penekanan atas amanah untuk mendidik lebih ditonjolkan dibandingkan penekanan atas rutinitas mengajar.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki tanggungjawab yang tidak mudah tentunya untuk menyiapkan guru-guru yang tidak hanya kompeten dalam keahliannya (bidang), tetapi juga memiliki sikap perilaku yang baik dan dapat diteladani. Disinilah pentingnya kebudayaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan itu sendiri.

Konsep pendidikan yang berpatron pada konsep asah, asih, dan asuh terbukti mampu melahirkan anak didik yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga secara emosional serta spiritual. Konsep pembelajaran inilah yang sewajarnya dipahami oleh setiap guru. Pemerintah masih memiliki kewajiban untuk memperbaiki system pendidikan nasional yang sudah berjalan sampai saat ini.
Besarnya alokasi anggaran pendidikan 20% dari APBN tentunya menjadi kesempatan bagi kita untuk semakin meningkatkan kualitas serta kuantitas pendidikan. Tetapi yang menjadi persoalan sampai saat ini, berbicara soal kualitas, tampaknya masih jauh panggang dari api, artinya kualitas pendidikan belum dapat dikatakan mengalami perkembangan yang membanggakan.

Disadari atau tidak, sejak digulirkan program sertifikasi bagi guru, sedikit banyak telah mengubah pola pendidikan (paradigma)  yang berlangsung saat ini. Kegiatan pendidikan semakin mekanis, dimana beban administratif bagi guru semakin banyak dan pada akhirnya menghambat guru untuk meningkatkan kualitas dirinya, terutama dalam hal pengembangan diri untuk memberikan pendidikan yang prima bagi peserta didik.

Kasus semakin terbebaninya guru oleh urusan administratif cukup dirasakan sebagian besar guru, meski kemudian ada penghargaan atas semua itu, yakni adanya tambahan penghasilan dari sertifikasi yang besarannya tidak kecil. Pada konteks ini, semoga para guru tidak terjebak untuk mengejar penghargaan tersebut, sehingga sebagian besar konsentrasinya hanya diarahkan untuk memenuhi kewajiban administrasinya.

Secara umum persoalan ini memang perlu dievaluasi, tidak hanya pada tataran operasional ditingkat sekolah, akan tetapi yang lebih penting adalah persoalan kebijakan (political will) yang diambil oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada konteks ini, kita semua paham ada suatu pergeseran yang cukup fundamental dalam proses pendidikan kita. Untuk itulah jargon revolusi mental bagi tenaga pendidik (guru) kiranya cukup relevan untuk diwujudkan sebagai langkah pemecahan dalam memperbaiki kualitas pendidikan nasional kedepan.

Pemerintah kiranya sudah mengantongi simpul-simpul masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan kita, dan tentunya semua simpul tersebut saling terkait satu sama lain (struktural birokratif). Upaya ini tentunya tidak semata domain pemerintah, tetapi masyarakat juga memiliki peranan yang sangat penting untuk melakukan control sekaligus kritik bagi pelaksanaan pendidikan kita.*